Para peneliti di Universitas Yale telah mengidentifikasi tiga gen
yang mengandung variasi gen yang nampaknya meningkatkan resiko anak
menderita asma. Penemuan ini dipublikasikan di tiga jurnal yang berbeda
yaitu Jurnal Alergi dan Imunologi Klinis, Human Heredity dan Penelitian Mutasi/Fundamental dan Mekanisme Molekular Mutagenesis.
Para ilmuwan di Sekolah Pusat Kesehatan Masyarakat Perinatal, Pediatrik
dan Epidemiologi Lingkungan Yale, menggunakan teknik berbeda untuk
mengidentifikasi setiap gen yang dimaksud. Pertama dengan pendekatan
pemindaian genom manusia dan mengidentifikasi perubahan genetik pada gen
PDE11A yang lebih banyak ditemukan pada anak-anak yang menderita asma
dari pada kawan seumur mereka yang tanpa asma. Ketika memindai kumpulan
data asma lainnya, para peneliti menemukan bahwa kebanyakan asma
cenderung setidaknya memilika satu perubahan genetika pada gen PDE11A.
Penemuan itu berasal dari studi yang dilakukan Perinatal Risk of Asthma in Infants of Asthmatic Mothers (PRAM), yang dipimpin oleh Michael B. Bracken, yang adalah seorang Profesor Epidemiologi Susan Dwight Bliss. Studi itu menilai luas di mana resiko peningkatan asma kepada anak-anak dari ibu yang menderita asma yang dikarenakan faktor genetika dan berapa banyak yang dikarenakan faktor yang terjadi pada periode intrauterine dan perinatal, khususnya berhubungan dengan keadaan asma sang ibu itu sendiri. "Kami sekarang yakin bahwa kecurigaan yang meningkat terhadap asma dan penyakit rumit manusia lainnya disebabkan oleh sejumlah besar perubahan genetika yang cukup jarang," kata Bracken." Setiap varian hanya sedikit meningkatkan resiko dan sepertinya banyak varian diperlukan pada satu individu untuk merangsang penyakit klinis."
Pada studi kedua, para peneliti menggunakan pendekatan baru untuk memberikan peringkat calon-calon gen asma. Secara sistematis mereka melihat kembali literatur dan gen-gen yang sudah diidentifikas dalam laporan sebelumnya untuk menghubungkannya dengan asma, dan menemukan totalnya berjumlah 251. 50 gen pada posisi teratas kemudian diuji terhadap mutasi pada subyek-subyek studi PRAM. Salah satu dari gen-gen ini ialah RAD50 yang mengandung mutasi yang berhubungan dengan resiko meningkatnya asma. Gen ini diyakini membantu mengontrol respons-respons profokatif, yang menunjukkan bahwa mutasi-mutasi yang terjadi padanya mengubah fungsi sistem kekebalan yang bisa saja bermuara pada satu predisposisi ke arah asma.
Akhirnya, tim itu mereplikasi suatu hubungan antara asma dan materi genetika yang hilang dalam penerima T-cell gen gamma. Mereka dapat menunjukkan bahwa penghapusan ini ada hanya dalam proporsi kecil sel-sel yang dikumpulkan untuk ekstraksi DNA. Hal ini cenderung signifikan karena menunjukkan bahwa tipe mutasi ini tidak diturunkan dan oleh karena itu bisa disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan.
Secara keseluruhan, ketiga gen ini menunjukkan sifat kerumitan asma dan mendukung hipotesis bahwa banyak faktor memainkan peran dalam menentukan ya atau tidak seorang anak akan menderita penyakit kini, kata Bracken.
Penelitian ini didukung dengan dana dari the National Institutes of Health.
Penemuan itu berasal dari studi yang dilakukan Perinatal Risk of Asthma in Infants of Asthmatic Mothers (PRAM), yang dipimpin oleh Michael B. Bracken, yang adalah seorang Profesor Epidemiologi Susan Dwight Bliss. Studi itu menilai luas di mana resiko peningkatan asma kepada anak-anak dari ibu yang menderita asma yang dikarenakan faktor genetika dan berapa banyak yang dikarenakan faktor yang terjadi pada periode intrauterine dan perinatal, khususnya berhubungan dengan keadaan asma sang ibu itu sendiri. "Kami sekarang yakin bahwa kecurigaan yang meningkat terhadap asma dan penyakit rumit manusia lainnya disebabkan oleh sejumlah besar perubahan genetika yang cukup jarang," kata Bracken." Setiap varian hanya sedikit meningkatkan resiko dan sepertinya banyak varian diperlukan pada satu individu untuk merangsang penyakit klinis."
Pada studi kedua, para peneliti menggunakan pendekatan baru untuk memberikan peringkat calon-calon gen asma. Secara sistematis mereka melihat kembali literatur dan gen-gen yang sudah diidentifikas dalam laporan sebelumnya untuk menghubungkannya dengan asma, dan menemukan totalnya berjumlah 251. 50 gen pada posisi teratas kemudian diuji terhadap mutasi pada subyek-subyek studi PRAM. Salah satu dari gen-gen ini ialah RAD50 yang mengandung mutasi yang berhubungan dengan resiko meningkatnya asma. Gen ini diyakini membantu mengontrol respons-respons profokatif, yang menunjukkan bahwa mutasi-mutasi yang terjadi padanya mengubah fungsi sistem kekebalan yang bisa saja bermuara pada satu predisposisi ke arah asma.
Akhirnya, tim itu mereplikasi suatu hubungan antara asma dan materi genetika yang hilang dalam penerima T-cell gen gamma. Mereka dapat menunjukkan bahwa penghapusan ini ada hanya dalam proporsi kecil sel-sel yang dikumpulkan untuk ekstraksi DNA. Hal ini cenderung signifikan karena menunjukkan bahwa tipe mutasi ini tidak diturunkan dan oleh karena itu bisa disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan.
Secara keseluruhan, ketiga gen ini menunjukkan sifat kerumitan asma dan mendukung hipotesis bahwa banyak faktor memainkan peran dalam menentukan ya atau tidak seorang anak akan menderita penyakit kini, kata Bracken.
Penelitian ini didukung dengan dana dari the National Institutes of Health.
Sumber : http://sainspop.blogspot.com
0 komentar